PEMBUKAAN Beberapa prinsip dasar untuk mempelajari kebenaran: 1.Ketika kita belajar, kita harus berubah. Perubahan pemikiran kita akan mengubah hidup kita. 2.Kita sama-sama menjadi murid kebenaran. Bila ada perbedaan pendapat, tidak mungkin dua-dua benar. Bisa sama-sama salah, bisa salah satu salah. Jadi kita tidak dpt memutlakkan diri kita. Kita harus kembali kepada firman Tuhan sebagai landasan yang mutlak. Ada 3 dasar kenapa kita tdk dapat mengatakan apa itu benar dari diri sendiri karena: 1) manusia bisa salah, shg kita dpt mengatakan diri kebenaran; 2) kita semua relatif. Setiap manusia berbeda, maka dirinya bukanlah kebenaran; 3) manusia terbatas. Kita tdk tahu apa yg terjadi secara future time. Kebenaran berada di luar diri kita. Kebenaran sejati berada di atas diri kita, shg kita harus taat kepada kebenaran. Bila kita menyerahkan diri kepada filsafat manusia yang hanya setara dengan manusia, kita akan kecewa. Kebenaran sejati berada di atas kita. Kebenaran itu hidup EThe Living Truth, adalah hal yang esensial. Kebenaran sejati adalah satu pribadi. Pribadi kebenaran sejati lebih tinggi drpd diri kita. Pribadi yg lebih tinggi dari kita ini hanya satu, yaitu Kristus. Hanya Kristus yang menyatakan diri-Nya sebagai kebenaran. Hidup kita ini tidak boleh kita pertaruhkan kepada yg lain, kecuali kepada sumber kebenaran. Roma 8:28-30, 11:36, Filipi 3:8-14 Dlm Roma 8:29-30 ada 5 kata pasif: 1)dipilih dari semula; 2)ditentukan dari semula; 3)dipanggil; 4)dibenarkan; 5)dimuliakan. Dipilih dan ditentukan terjadi di dalam kekekalan. Sedangkan 3 berikutnya terjadi dalam sejarah (once upon a time). Semuanya, terjadi dari pihak Tuhan. Ini basis dari semua kehidupan kita. Ada 3 pertanyaan manusia: 1) siapa saya; 2)kenapa saya ada; 3)ke mana saya pergi. Bila kita melihat posisi kita sebagai yang pasif, maka kita dapat mengerti bahwa bukan kita yang berhak menjawab pertanyaan ini. Tapi filsafat manusia tetap mencoba menjawab pertanyaan ini. Saat ini, dunia kita dipengaruhi oleh paham Post-Modern. Post-modernisme : arus filsafat yang berkembang sesudah PD II, muncul sebagai kekecewaan thdp asumsi dan presuposisi (anggapan dasar/kacamata utk melihat sesuatu/para anggapan) modernisme yg menganggap bahwa semua struktur rasionalisme dapat menyelesaikan seluruh masalah dunia. Epistemologi (bagaimana kita mendapat kebenaran/how do I know that I know) Modernisme berdasar pada Rasionalisme (benar adalah tergantung pd rasio, di luar rasio tidak ada yg benar) dan Empirisme (benar atau tidak benar tergantung uji coba). Modernisme menyebabkan perkembangan teknologi dengan pesat, namun 2 perang dunia meruntuhkan posisi ini. Epistemologi Modernisme diruntuhkan dengan pendekatan De-Konstruksi. Epistemologi Post-Modernisme berdasar pada Subyektivisme (benar tergantung subyek, yaitu saya) dan Otoritarianisme (menekankan otoritas sebagai penentu kebenaran). Pd Subyektivisme, bagi mereka, kita tidak tahu kebenaran itu apa. Tapi pada saat itu, mereka sebenarnya sedang menyatakan suatu kebenaran sendiri. Bagi mereka, yang benar adalah tidak ada yang benar. Kebenaran berada dalam diri sendiri. Namun mereka tidak mau diuji. Sedangkan, Otoritarianisme menggunakan otoritas yang berada di atasnya utk menyatakan kebenaran menurut dirinya sendiri. Otoritas ini digunakan karena tidak mau kebenaran buatannya itu diuji. Sebaliknya, kebenaran yang sejati berani diuji. Kekristenan tidak menolak epistemologi dari paham-paham yang ada secara total, namun menempatkannya pada posisi yang tepat. Epistemologi Rasionalisme dan Empirisme dapat digunakan dlm bid. Fisika. Epistemologi Subyektivisme dan Otoritarianisme dapat digunakan dlm bid. Sosiologi. Tapi tetap, keempatnya tidak dapat ditempatkan pada posisi yang dimutlakkan. Lalu apakah kebenaran itu ? Dalam Alkitab, kata "kebenaran" dipakai untuk menerjemahkan 2 kata Yunani yang berbeda. Terjemahan bahasa Inggris pun menggunakan 2 kata yang berbeda: Truth (Aletheia) dan Righteousness (Dikaiosune). Kedua kata Yunani ini mempunyai arti yang berbeda. Truth merupakan kebenaran sejati yang tidak dapat diuji secara eksternal karena tidak ada yang di atasnya yg dpt dipakai utk menguji. Kebenaran itu teruji. Pengujian itu terjadi dengan mengeluarkan pembuktian The Truth sendiri. Pengujian terjadi secara internal. Kebenaran sejati di dalam dirinya sendiri harus memiliki syarat2 untuk membuktikan dirinya kebenaran. Ketika Kristus membuktikan diri sebagai The Truth, 1.Kebenaran sejati tidak boleh terkunci oleh waktu dan ruang. Kebenaran sejati tidak berubah. 2.Kebenaran sejati berada di atas budaya. Bukan berarti kebenaran melawan budaya. 3.Kebenaran sejati bersifat integratif. Filipi 4:8 menulis 6 unsur kebenaran sejati (yg kemudian dirangkum jadi 2: kebajikan dan yang patut dipuji), yaitu: benar (righteousness), suci, mulia, adil, manis, sedap didengar. Kebenaran sejati tidak bisa bernilai rendah. Tidak ada perkecualian di dalam kebenaran sejati. 4.Kebenaran itu harus dikerjakan, dibuktikan secara hidup. Kebenaran kita bukanlah kebenaran yang diteorikan, tapi kebenaran yang hidup, yang dijalankan oleh Kristus. Ketika kita menggumuli hidup kita, kita harus kembali kepada kebenaran. Bila tidak, kita akan tertipu dan menyia-nyiakan hidup ini. Di dunia ini, kita berada di dalam dinamika sejarah, berada di dalam waktu, waktu yang linear. Di dalam waktu hanya ada 2 kemungkinan: saya menebus/mengambil waktu, atau waktu membunuh saya. Hanya di dalam kebenaran sejati, kita dapat menggunakan waktu dengan baik.
Kembali ke Menu Ringkasan Khotbah Retreat GIII Tokyo 2001: |